Judul Novel : Bunda Lisa
- Samudra dan Angkasa yang Bernyanyi Memeluk Mimpi-
Penulis ; Jombang Santani Khairen
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Februari 2014
Pertama membaca judul novel Bunda Lisa - Samudra dan Angkasa yang Bernyanyi Memeluk Mimpi- saya masih menyimpan tanda tanya tentang tokoh dalam novel ini, kemudian saya membaca satu persatu nama nama besar mulai dari artis, pejabat, akademisi dan nama pesohor yang memberi testimony di sampul dan cover belakang mulai terbersit rasa penasaran.
Terus terang masih asing nama Bunda Lisa bagi saya, namun dari deretan testimony menuntun tangan saya membuka dan membaca lembar demi lembar halaman novel ini.
Belum jelas benar siapa
tokoh yang akan “dikupas” pada paragraph awal, namun setelah ada kalimat “suami
yang profesor” saya mulai menebak siapa
nama besar Professor yang dimaksud ini. Kemudian mencoba menghubungkan
bunda Lisa dengan owner Rumah Perubahan, sambil berharap tebakan saya tidak
salah.
Sebuah kalimat “dibalik
lelaki sukses ada perempuan hebat dibelakangnya”, menjadi point penting dari
novel ini Bunda Lisa adalah jawabannya, dikisahkan bagaimana sang suami yang
hendak meneruskan study ke Illionis sebuah kota di Amerika dihadapkan pada
sebuah “tembok tinggi” bahwa uang yang sudah disediakan sejumlah sembilanbelas
ribu dollar ternyata kurang dari seharusnya tigapuluhdua ribu dollar.
Kekurangan yang tidak sedikit ditebus dengan kegigihan Bunda Lisa yang pontang panting mencari dana untuk menutupi kekurangannya, meski semula tertatih tatih di tolak sana sini namun semangatnya mengalahkan segalanya. Tak ada jalan bertabur bunga untuk merengkuh mimpi, jalan itu dilalui Bunda Lisa dengan tegar hingga dipertemukan dengan seorang bapak Menteri yang membantu mengatasi permasalahan keuangan. Satu lagi point sebagai pembaca saya melihat sebuah kesungguhan bermimpi yang dibarengi dengan kesungguhan upaya sanggup memporakporandakan benteng (baca; rintangan) setinggi apapun.
Kekurangan yang tidak sedikit ditebus dengan kegigihan Bunda Lisa yang pontang panting mencari dana untuk menutupi kekurangannya, meski semula tertatih tatih di tolak sana sini namun semangatnya mengalahkan segalanya. Tak ada jalan bertabur bunga untuk merengkuh mimpi, jalan itu dilalui Bunda Lisa dengan tegar hingga dipertemukan dengan seorang bapak Menteri yang membantu mengatasi permasalahan keuangan. Satu lagi point sebagai pembaca saya melihat sebuah kesungguhan bermimpi yang dibarengi dengan kesungguhan upaya sanggup memporakporandakan benteng (baca; rintangan) setinggi apapun.
Sebagai penulis muda Jombang
Santani Khairen pandai meramu cerita menjadi mengalir ringan dan enak dinikmati,
meski alurnya dibuat maju mundur pembaca tetap bisa menikmati kisah keluarga muda
yang berjuang hingga mencapai kemapanan. Cerita yang diawali dengan masa kini tentang
tekad bunda Lisa mendirikan sekolah Kutilang kemudian di bab berikutnya pembaca
diajak menengok ke belakang, pada fase ini pembaca diajak menyusuri latar
belakang keputusan Bunda Lisa mendirikan sekolah. Akhirnya pembaca menemukan
benang merah cerita secara utuh sembari menyimpulkan apa yang Bunda Lisa
bersama suami capai saat ini memanglah berbanding lurus dengan perjuangannya
menggapai mimpi. Saya sangat kagum dengan sikap Bunda Lisa ketika menjadikan
mimpi suami adalah mimpinya juga, sehingga menjadi mimpi bersama. Pada kalimat -mimpi
bersama- ini saya merasakan sebuah getaran tekad dan semangat yang menyatu
sehingga tak ada lagi ego yang bercokol. Maka pengorbanan yang dipersembahkan
Bunda Lisa untuk suami tercinta menjadi murni tanpa pamrih.
Pendidikan
adalah kunci
Sebuah hadist ; tuntutlah
ilmu sampai ke negeri China, atau tuntutlah ilmu sejak buaian hingga liang
lahat, dua hadist ini mengisyaratkan betapa pentingnya ilmu dalam kehidupan
manusia. Kisah dalam novel ini (menurut
saya) adalah pengejawantahan hadist tersebut. Ilmu adalah pelita yang menuntun
dari ketidaktahuan menuju ke pengetahuan.
Sepanjang sejarah kehidupan tokoh tokoh masa silam, mereka yang terpahat
namanya adalah pribadi unggul yang menjadikan ilmu pengetahuan sebagai panglima.
Kemanfaatan adalah buah
perpduan antara ilmu dan iman, ibarat ilmu adalah penyuluh sedangkan iman yang
menyempurnakan, kepandaian akan berhenti sebagai kepandaian apabila hanya
dipakai untuk kepentingan sendiri, seorang yang berilmu tapi tidak beriman
cenderung memanfaatkan ilmu untuk keuntungan sendiri, bisa saja kepandaiannya untuk
membohongi orang lain. Tetapi ketika
ilmunya disempurnakan dengan keimanan maka kepandaian yang dimiliki akan dibagi
kepada orang lain demi kemanfaatan. Bunda Lisa adalah orang yang menerapkan
kemanfaatan bagi sesama, dengan
didirikan posyandu, taman bacaan dan sekolah kutilang menjadi “kendaraan” untuk
menghapus kegelisahan ketika melihat sekelilingnya anak anak kecil jauh dari
pendidikan dan kesehatan. Bunda Lisa dan suaminya yang seorang Profesor
bagaikan dua pijak kaki yang mengayuh menuju cita cita bersama yaitu memberi
manfaat sebanyak banyaknya buat orang lain, keduanya sangat sadar pentingnya
pendidikan.
Proses
Panjang dan Bertoleransi
Perjalanan Bunda Lisa
dan Professor sangatlah panjang dan matang karena ditempa oleh kerasnya
kehidupan, berdua membangun mahligai rumah tangga dari nol, Sang suami yang
sedang meniti karir sebagai dosen kemudian memilih meneruskan kuliah di Amerika
tentu sebagai pilihan yang sulit. Saya
pribadi melihat justru dititik inilah ketangguhan sebagai pasangan suami istri
ini teruji dan berdua mereka lulus dalam ujian itu. Bedua bersama si kecil Jordan mengontrak ruang
basement di dekat kampus adalah awal dari proses “merangkak” di negeri Paman
Sam, kemudian Bunda Lisa membanting tulang sebagai baby sister berkorban untuk suami agar bisa focus melanjutkan studi. Hingga
akhirnya suami diangkat sebagai asistan dosen, otomatis pendapatan keluarga
mulai meningkat, kepahitan dimasa lalu itu kini telah menjelama manis.
Kehadiran Jordan disusul
adiknya Idris sebagai pelengkap kebahagiaan keluarga kecil ini. sempat membuat
sedikit kaget ketika mendapati dua bersaudara ini berbeda keyakinan, saya
tangkap pada saat perbincangan lewat telepon Jakarta - Selandia baru. Idris yang
mengangkat telepon menyapa dengan “assalamualaikum”, kemudian sang kakak
merebut telepon dan sang adik yang tidak terima membocorkan ulah sang kakak
tidak ke gereja pada hari minggu. Saya
pribadi sebagai orang yang berkeluarga besar muslim, melihat keluarga Bunda
Lisa adalah keluarga yang sangat terbiasa dengan perbedaan, dan memandang
sebagai sebuah keindahan. Maka ketika di
sekolah Kutilang ada Laksmi yang beragama Hindu dan Christoper yang beragama
Kristen mendapat kesempatan yang sama dengan Alif yang muslim untuk berdoa
sebelum belajar ini adalah sebuah tindakan cerdas untuk membuka pikiran anak
anak, bahwa manusia dihadirkan di dunia ini dengan memiliki perbedaan, bahwa
saling bertoleransi saling menghargai dan menghormati perbedaan adalah ajaran
luhur yang harus diterapkan.
Pergaulan
Lintas Strata.
Seorang seperti Bunda
Lisa mampu menempatkan diri di lingkungan tempatnya bergaul, saya ikut
menikmati keseruan piknik ke kota Wisata
Cibubur, dengan ,mobil box terbuka Bunda Lisa sebagai sopir memimpin pasukan
ibu ibu yang kangen jalan jalan. Gelak tawa dan sakit perut Bunda Lisa melepas
tawa ikut saya rasakan ketika sepanjang perjalanan bu Imas dan bu Ida saling
berolok olok, kedua tokoh ini hadir sangat kocak dan memiliki spontanitas yang
tinggi. Ketika bu imas bilang – kalau bannya bocor biar Ida saja yang jadi
serepnya- saya tak tahan menahan tawa, bahkan ketika Ida membalas- bu Imas
kalau naik dibelakang kesangkut pohon- pundak saya berguncang menahan perut
yang mulai sakit. saya sempat bayangkan sosok bu Imas dan Bu ida seperti komedian
Nunung srimulat dan mpok Omas.
Saya yakin bunda Lisa sering
mendampingi suami dalam acara bersama petinggi negeri yang sangat intelek dalam
bertutur kata dan bersikap. Namun di sisi lain Bunda Lisa tanpa risih berbaur
dengan ibu Imas, ibu Ida dan gengnya, meskipun secara tingkat ekonomi dan
pendidikan berbeda. Sementara Professor juga terlihat tidak jaim ketika ikut
menggoda bu Ida yang latah. Alangkah indahnya hidup ini apabila orang yang
berpunya tak menjaga jarak bahkan merangkul orang yang berada dibawahnya,
sehingga mereka bisa merasakan bahagia bersama.
Satu keyakinan Bunda Lisa terhadap murid
yang menuntut ilmu sekolah Kutilang adalah meskipun mereka dari golongan kelas
bawah tetapi mereka adalah emas berlian yang belum diasah. Pendidikan adalah
sarana untuk mengentaskan mereka dari lingkaran kemiskinan, niat tulus Bunda
Lisa “menggali emas” tak bertepuk sebelah tangan, sang suami yang biasa
dipanggil Abang sangat mendukung. Sebagai pembaca saya membayangkan wajah anak
anak yang biasa bergumul dengan tumpukan sampah dan kotoran, sebenarnya mereka
punya hak yang sama untuk bangkit dan lepas dari lingkungannya, masalahnya
adalah tangan siapa yang bersedia menuntun mereka menyusuri lorong gelap agar
sampai melihat cahaya matahari. Bunda Lisa satu diantara sedikit orang yang
pasang badan untuk anak anak malang ini.
Secara keseluruhan sebagai sebuah novel
sangat inspiratif, dan menghibur namun sedikit celah yang sempat saya amati
adalah interaksi Bunda Lisa dengan kalangan para perempuan sosialita atau para
istri pejabat. Akan menjadi sudut yang menarik apabila ada bab yang mengulas
sisi ini atau mungkin bisa diketahui bagaimana reaksi sosialita memandang pilihan
Bunda Lisa yang tak mengambil jarak terhadap orang yang kurang beruntung.
Terlepas dari itu saya salut dengan Jombang Santani Khairen dengan upaya dan
kerja kerasnya mampu menyelesaikan novel ini sekaligus menyadarkan saya bahwa
sekecil apapun kebaikan yang dibuat tak akan lepas dari perhitungan amal dari
sang Mahapasti. Semoga inspirasi ini
menjadi tabungan kebaikan yang tak putus buat penulis dan semua pihak yang
terlibat..aminnnn.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA